Sabtu, 30 Januari 2016

Wellcome back

Tak ada bahan, tak ada ide. Hanya saja tetiba kangen dengan tempat ini. Lama nian tak menengoknya, sampai-sampai perlu menempuh opsi pemulihan untuk bisa kembali melongok ke dalam. Andai ia serupa barang, mungkin ia akan bulukan, berdebu dan melapuk. Untung ada tuan penyimpan yang begitu baik. Tak pernah menagih tetapi setia bekerja. Entahlah kalo ia beroleh manfaat lain yang tak kuketahui. Dan, sore ini tak ada yang bisa diceritakan, meskipun sebenarnya telah banyak kisah terlewatkan. Mungkin ada yang menarik, tetapi tak juga dituliskan hingga ia menguap ke cakrawala..... Baiklah kalo begitu, kita sudahi saja. Mohon maaf bila ada yang membaca tulisan yang tak ada isi ini....

Senin, 08 Maret 2010

“Cengkareng–Makassar” Catatan Perjalanan

Karena suatu keperluan mendadak (Kakek masuk ICU), Rabu Subuh (24 Feb 010) saya berangkat dari Bogor menuju Cengkareng via Bus Damri tanpa berbekal tiket. Everything its Ok, sampai tiba di bandara....

Turun di terminal 1A menuju loket Lion Air, Oh my God tiket Jakarta-Makassar jam 08.35 full, yang jam 11.55 harga di atas sejutaan……Huhh dasar singa, harganya galak benerrr…Apalagi buat mahasiswa yang beasiswanya sudah 2 bulan macet hehe…

What the next….
Tenang….tenang….kita pikirkan strategi selanjutnya!!!???
Tiba-tiba sepasang mata nanar menatapku penuh curiga…lalu berusaha mendekat…Waspada….., ada apa gerangan….

Ohh, ternyata beliau seorang calo. Rupanya ia membaca gelagatku yang kebingungan tak mendapatkan tiket.
Dia tanya, ke mana mas??? Pikirku, saya tak punya sanak saudara di sini, hanya dia seorang yang begitu care padaku dan bisa menjadi tempatku berbagi…hihi…

Dengan penuh kelembutan ia lalu menawariku tiket Lion Jam 08.35. Maka dengan penuh semangat saya menyambutnya, harganya berapa Pak? Ia lalu menelepon…hah.. ternyata full, adanya jam 11.55 harganya di atas sejutaan…Wah payah nih calo, ga ada info update-nya, kemampuannya tuk mendapatkan tiket tak jauh beda denganku…..

Kutinggalkan ia, berjalan ke arah terminal 1b, datanglah calo lain menghampiri. Kali ini saya lebih rileks menghadapinya..Begitu kuberitahu hendak menuju Makassar dengan pesawat paling awal yang bisa didapat, maka iapun sibuk nelepon kiri kanan (entah nelpon beneran atau cuma pura-pura sibuk). Terus ia menawariku Batavia Jam 10.30, harga 750 ribu, kubilang mahal, lalu diturunkan jadi 700 ribu, tetap kutolak. Sembari dalam hati, nah ini dia, berarti di Batavia ada seat. Maka segera kuakhiri negosiasi dan bergegas ke counter Batavia. Syukur Alhamdulillah, ada tiket seharga 547 ribu jam 10.30. Nah ini namanya tiket dengan harga yang “ramah lingkungan”. Rupanya Pak Calo mengincar keununtungan 150-200 ribu dariku…hmmm lumayan juga ya…

Maafkan diriku Bapak Calo. Bapak mungkin memandangku sebagai objek buat meraup untung, tapi kali ini aku memandang Bapak sebagai sumber daya yang bisa dimanfaatkan. Padahal sebelum-sebelumnya aku selalu menganggap calo-calo seperti ini sebagai pengangguran tidak kentara. Rupanya itu semata karena ketidakmampuanku melihat sisi positif yang bisa dimanfaatkan dari beliau, yaitu “mencari informasi tanpa perlu repot nanya or telepon hehe…” So mari kita mendukung existensi beliau2 dan memanfaatkan jasanya dengan seoptimal mungkin….

Kini, aku berada di perut pesawat ini. Di sisi kananku seorang Ibu. Ia menegurku ketika menyalakan MP4, katanya “ga boleh” sebab akan mengganggu navigasi. Kubilang tidak apa-apa. Saya cukup yakin, karena dalam beberapa kali perjalanan sebelumnya, saya selalu mengkonfirmasi ke pramugari sebelum mengaktifkannya (sekalian silaturahmi dengan awak pesawat hehe..). Tapi si ibu tetap ngotot kalo itu ga boleh. Yah sudahlah, demi menyenangkan si ibu tanpa harus mengorbankan kesenanganku, maka kupanggil pramugari, memastikan sekali lagi, sekalian bermaksud memperdengarkan ke si ibu jawaban mbak pramugari. Dengan senyum manis dan ramah si mba pramugari mengangguk tanda boleh menyalakan MP4, sembari mengingatkan agar mematikannya jelang landing….Okelah kalo begitu…
Kupikir ini akan menyenangkan si ibu, eh taunya, ia tak pernah lagi menegurku, bahkan beberapa kali kusodori roti pembagian pramugari, ia tak menggubrisnya. Ah si ibu rupanya kurang berkenan aku putar music (dugaanku doang).

Ah sudahlah Bu…kita kan tetanggaan Cuma 2 jam , apa salahnya jika kita bisa lebih rukun sebagai tetangga….

PENUTUP

Meskipun tulisan ini tanpa pembukaan, toh tak ada salahnya pake penutup…. Isinya kira-kira begini:

Sesuatu terkadang tampak tidak bermanfaat semata bukan dikarenakan ia memang tidak memiliki
fungsi, tetapi terkadang lebih karena kita tak bisa melihat sisi positifnya yang bisa dimanfaatkan …
kayak P Calo itu …..begitu kaleeee…

Maksud baik tidak selalu bisa diterima dengan baik, bahkan meskipun itu dilakukan dengan baik, apalagi
jika dilakukan dengan anarkis kayak pendemo itu….lho apa hubungannya????
Begitulah.....

Rabu, 09 Desember 2009

Change

Belasan tahun yang lalu, mengawali hari-hari sebagai mahasiswa. Yang terasa adalah, menjadi mahasiswa emang beda jauh dengan siswa sekolah menengah. Dalam hal berpakaian, sekarang bebas euyy, baju boleh apa saja yang penting rapi, rambutpun boleh gondrong. So penampilan bisa dioptimalkan. Dosen juga tidak segalak guru. Banyak dosen yang tidak peduli mahasiswa mau hadir atau tidak, tidak kayak sekolah yang harus kirim surat sakit…Banyak lagi hal menarik lainnya, termasuk proses kuliahnya sendiri.

..........................

Judul tulisan singkat ini kayaknya nyontek judul buku yang ditulis oleh seorang pakar yang terkenal. Tapi kupikir tak apalah, toh catatan ini juga bukan buat dikomersilkan. Lagi pula kata itu mungkin sudah ada sejak bahasa diciptakan, so boleh dong kita juga make hehehe...

............................

Tulisan ini koq jadi loncat-loncat ya (Tupai kalee....). Yang mau kubilang sebenarnya begini....

Dalam tahun-tahun terakhir ini, Unhas, tempatku mengabdi dan dulu tempatku menuntut ilmu sedang gencar mendorong transformasi proses belajar dari Teaching ke Learning. Tidak usah kita pusing dengan pengertian kedua istilah itu. Intinya adalah adanya transformasi dalam pola pembelajaran, dimana tadinya mahasiswa merupakan sosok yang diajar dan dosen sebagai pengajar. Kini dosen lebih berperan sebagai fasilitator yang berusaha membantu mahasiswanya menggali sendiri ilmu yang diperlukannya dengan bahagia. Banyak suara-suara miring mengenai usaha ini. Alasannya antara lain adalah fasilitas tidak mendukung, jumlah mahasiswa terlalu banyak dalam satu kelas, dan banyak lagi…Lalu???

Akan tetapi ada juga yang dengan penuh semangat mencoba menerapkan metode ini. Tentu saja dengan persepsinya masing-masing, serta kondisi lingkungannya. Hasilnya lebih baik atau tidak, entahlah. Tetapi jika menyimak segala macam argumentasi yang menyertai keinginan ini, kelihatannya pantas dicoba. Sayangnya saya belum berkesempatan untuk terlibat di dalamnya karena keburu kabur ke "kota hujan" melanjutkan studi selang beberapa pekan setelah mengikuti pelatihannya....

Dua bulan yang lalu, ketika mudik berlebaran, rupanya diskusi tentang implementasi sistem ini masih tetap hangat. Sebagai orang yang sedang tidak intens mengikuti perkembangan, saya rada kurang PD berpendapat. Tetapi menyimak diskusi yang berkembang, tampaknya perlu tidaknya transformasi teaching ke learning bukan lagi sesuatu yang penting untuk diperdebatkan. Yang lebih penting adalah bagaimana melakukannya dengan segala keterbatasan yang ada. Lingkungan eksternal kita, dalam dunia pendidikan maupun masyarakat umum menuntut perubahan ini. Lagipula, mungkin ini memang kebiasaan buruk kita, setiap kali melakukan inovasi, selalu dimulai dengan Judul. Akhirnya terkadang energi habis untuk berdebat tentang judul, bukan substansi. Seperti juga istilah Teaching-learning itu. Karena itu mari kita bermigrasi ke cara yang kita yakini lebih baik dengan atau tanpa menggunakan istilah yang jadi sumber perdebatan

Seperti dalam prolog tulisan ini, kenangan kuliah S1 adalah kenangan yang indah dengan metode yang saat itu mungkin dikategorikan sebagai proses "teaching". Jika saat ini metode tersebut dianggap sudah kurang sesuai, ya mungkin saja,.....bukankah hanya perubahan yang kekal. So mari kita menyambut setiap perubahan dengan enjoy, dan jika perlu menggagas dan menjadi pelakunya untuk hidup yang lebih baik (perasaan ada iklan yang kayak gini...iklan apa ya..)

Selasa, 01 Desember 2009

Facebook

Tulisan ini sebenarnya telah dibuat beberapa bulan yang lalu, tapi entah mengapa, baru sekarang di posting. Lagi pula nggak penting juga koq, jadi kalo mo baca monggo, kalo nggak ya ngga apa2...tapi mosok sudah sampai di sini terus berhenti, mending tuntaskan aja skalian, iya kan...hehehe....
Isinya begini:............
Sekian bulan yang lalu seorang teman mengajak bergabung di Facebook, katanya ini adalah situs pertemanan yang banyak manfaatnya. Beberapa waktu sebelumnya, kata Facebook pertama kali saya kenal ketika kampanye kepresidenan Obama sedang gencar. Maklum saja FB ini menjadi salah satu media kampanyenya. Di lain waktu saya membaca artikel tentang FB. Seorang mahasiswa tingkat awal membuat situs jejaring sosial untuk rekan-rekannya. Tetapi kemudian situs ini berkembang menjadi seperti apa yang kita saksikan dan manfaatkan sekarang ini.
Singkat cerita saya telah bergabung dengan FB ini selama beberapa waktu. Bahagia rasanya bertemu rekan-rekan yang sudah sekian lama tak ketahuan jejaknya, teman pondokan, teman kost (emang beda???) teman serumah, teman kuliah, teman sekolah, de el el. Tiba-tiba saja semua bermunculan di FB. Jadilah suasana hangat yang pernah direnda sekian tahun yang lalu kembali terjalin. Banyak pula adik-adik mahasiswa (saya juga mahasiswa lho!!!??) yang ngajak berteman. Namanya anak muda, mereka jauh lebih dinamis. Ada-ada saja yang mereka tulis. Meskipun saya tidak pandai membuat komentar di wall, tetapi belakangan ini saya lebih sering tersenyum sendiri (mulai setress kali ya) di depan komputer membaca komentar mereka tiap kali membuka FB. Lainnya lagi, ada yang ngajak bisnis, wah luar biasa, lewat FB kita bisa memperbesar peluang mencari rezki. Sayangnya saya (merasa) tidak bakat bisnis, so belum berhasil…...tetap semangat.
Yang agak spesifik, kemarin sore saya diconfirm oleh seorang Professor dari University Sains Malaysia. Dua tahun lalu saya hampir menjadi mahasiswa PhD beliau di USM, tetapi kemudian batal karena saya mundur dengan alasan pribadi. Agak heran juga, koq tiba-tiba diconfirm. Usut punya usut, ternyata waktu pertama kali buat FB dulu, secara tidak sengaja saya mengundang semua yang ada dalam address mail sebagai teman, jadilah semuanya terundang (jadi malu deh). Tapi ternyata gaptek membawa hikmah. Silaturahmi kembali terjalin dengan P Professor. Setidaknya saya bisa diskusi tentang riset yang sedang dikerjakan beliau yang kebetulan sangat berhubungan dengan yang sedang saya kerjakan.
Singkat cerita, selain bikin habis waktu, FB ini ternyata banyak manfaatnya. Nah sebagai warga yang menjunjung tinggi budaya bangsa, kita patut berterima kasih kepada pembuat situs ini. Sekalipun sebenarnya dia tidak butuh. Toh dia sudah menjadi sangat kaya atas karyanya ini.
Andai saja ia tahu, ada cara sehingga ia dapat memperoleh amal jariyah dari hasil karyanya ini, mungkin ia akan tertarik dan lebih senang lagi. Wallahu Alam….

Minggu, 13 September 2009

Mudik

Lebaran masih seminggu lagi, tetapi pagi ini Bandara Cengkareng terlihat begitu padat, jauh melebihi hari-hari biasa. Mudah ditebak, jika kebanyakan penumpang itu adalah para pemudik lebaran. Umumnya mereka membawa bawaan yg lumayan banyak. Tentu saja itu adalah bekal oleh-oleh buat sanak keluarga. Wajah mereka begitu ceria (meskipun ada juga yg ngedumel akibat harga tiket yg melonjak,….kayak saya ini hehehe), sebentar lagi mereka akan bertemu handai tolan yang telah sekian lama terpisah oleh jarak. Juga sebentar lagi akan kembali ke kampung halaman, tempat masa kecil yang indah dilewatkan. Itulah tradisi masyarakat Indonesia. Bagi sebagian orang, tradisi ini sarat pemborosan dan melelahkan.
Keindahan mudik memang hanya bisa dirasakan oleh pelakunya. Lihatlah di TV, transportasi via bus, kereta, maupun kapal laut, sama tidak nyamannya. Transportasi udara??? Ya tidak nyaman juga, (Tiketnya itu lho…) Tapi bagi kami pemudik, di situlah keindahannya.
Tidak semua masyarakat di dunia ini memiliki tradisi seperti halnya yang kita miliki (menurutku sih…..soalnya saya juga tidak pernah nanya sama orang bule atau orang Afrika, apa mereka juga punya tradisi kayak gitu). Tradisi ini adalah bagian dari sistem sosial kita yang penuh sifat kekeluargaan…jauh dari sifat individualistik. Karakterisitk demikian sebenarnya tidak hanya ada dalam tradisi mudik, acara hajatan, sunatan, mantenan dll, juga sarat dengan suasana kekerabatan seperti ini. Dan,… menurutku,.. itulah yang membuat hidup kita “orang Indonesia” menjadi indah. Kita mungkin tidak punya banyak uang (bagi anda yang punya banyak duit,….sory ya..hehehe), tapi kita punya banyak sahabat yang dengan tulus berkawan dengan kita tanpa embel macam-macam….
Sayangnya, sadar atau tidak, kini kita diseret ke arah budaya materialistik. Semakin hari, nilai kekeluargaan kita semakin terkikis. Lihat saja berita-berita di TV yang menampilkan kisah-kisah pilu orang-orang yang tidak beruntung, sementara orang-orang yang ada di sekitarnya enggan menolong….Bukankah itu cermin dari sikap kita yang semakin individualistik????
Ketika kecil dulu, saya teramat bahagia setiap kali ada kerabat yang melakukan hajatan, karena itu berarti saya akan berkumpul dan bersenda gurau dengan banyak kawan sejak pagi hingga larut malam. Suatu ketika, seorang sepupu menikah. Maka berminggu-minggu sebelumnya kerabat dan tetangga lain sudah pada sibuk. Ada yang tebang pohon jati buat tiang sementara bagi pelebaran rumah, ada yang tebang bambu buat “lawa soji”, ada yang nyumbang telur bebek, dll. Semuanya tidak pake bayar. Sudah gitu, beberapa hari sebelumnya mereka sudah pada nginap. Maka jadilah acara pernikahan dirangkaikan dengan acara reuni akbar keluarga…duh senangya…Kini, tradisi itu hampir terkikis habis, menghadiri acara keluarga memang masih ada, tapi dengan sarana tranportasi yang teramat lancar, kita hanya hadir beberapa puluh menit, bahkan terkadang hanya ngirim amplop. Dengan sendirinya hubungan emosional semakin renggang. Suasana indah yang pernah saya rasakan dulu kini tidak ada lagi. Kita sudah teramat sibuk dengan urusan masing-masing untuk mengejar impian buat menggapai kebahagiaan. Padahal, jangan-jangan kita sedang berlari menjauh dari impian itu….
Ngomong-ngomong, tulisan ini koq semakin tidak relevan dengan judulnya ya….kalo begitu mending kita sudahi saja, pesawat sebentar lagi berangkat.
Selamat hari raya Idul Fitri 1430 H, mohon maaf lahir dan bathin……….Makassar I’m coming…….

Selasa, 30 Juni 2009

Jatuh Cinta vs Pilpres

Konon seseorang yang sedang jatuh hati tiba-tiba merasa segala sesuatu tentang yang dicintainya menjadi lebih indah, suaranya, lenggak lenggoknya, kostumnya, semua tampak begitu istimewa. Kata orang tai kucingpun rasa coklat (nggak juga kalee). Demikianlah Tuhan menciptakan rasa yang agung itu, sehingga kita anak manusia senantiasa tak pernah bisa menghindarinya.
Lalu Pilpress??? Selintas memang tak ada kaitannya. Tetapi mari kita cermati tingkah laku para pendukung 3 calon presiden kita. Tiap kali ada debat antar tim sukses, maka ada-ada saja argumentasi untuk membenarkan setiap tingkah laku jagoannya. Di lain waktu puja puji senantiasa dilontarkan terhadap sepak terjang jagoannya tersebut. Meskipun jika ditilik dari jejaknya, banyak juga di antara mereka yang sekarang berada di kubu yang sama, dulunya justru berseberangan.
Nah, bukankah pola yang demikian itu mirip dengan orang jatuh cinta, Terkadang benci bisa berubah jadi cinta bukan??? Karena itu, jika ingin mengetahui kualitas seorang calon, ada baiknya kita mencerna pendapat orang-orang yang lebih netral. Siapakah itu??? Tentu saja mereka yang menyeru untuk golput. Tentu Golput yang kita maksud adalah golput yang dilakukan secara bertanggungjawab (setidaknya untuk diri mereka sendiri). Bukankah Golput itu sama sekali tidak punya preferensi untuk memilih salah seorang calon yang tersedia. Karena itu boleh dong kita menganggap komentar mereka akan lebih objektif. Sama saja kan, kalo sedang jatuh cinta. Bukankah kita juga perlu mendengarkan opini orang ketiga, orang tua, atau sahabat misalnya.
Kawan, saya berpendapat, bahwa sebagian besar dari kita saat ini sedang jatuh cinta (cinta buta) dengan calon presiden jagoan kita masing-masing. Setidaknya hal ini juga terjadi pada diri saya. Ketika saya telah memutuskan untuk mendukung jagoan saya pada 8 Juli nanti, koq rasanya setiap langkah yang dilakukan oleh sang jagoan hampir selalu bagus, tampilannya selalu menarik, komentarnya selalu paling tepat. Padahal belum tentu juga kan? Dan di lain sisi, koq tiba-tiba ada perasaan malas, bosan, dan lain-lain ketika kompetitor sang jagoan muncul. Saya yakin orang-orang pintar yang sering muncul di Tipi atas nama pengamat tetap akan sulit menghindar dari kondisi seperti ini. Karena itu, kalau mau menimbang secara objektif, matikan Tipi anda, tak perlu mendengar orang pintar itu, dengarkan suara golput…. Begitu kalee.