Minggu, 13 September 2009

Mudik

Lebaran masih seminggu lagi, tetapi pagi ini Bandara Cengkareng terlihat begitu padat, jauh melebihi hari-hari biasa. Mudah ditebak, jika kebanyakan penumpang itu adalah para pemudik lebaran. Umumnya mereka membawa bawaan yg lumayan banyak. Tentu saja itu adalah bekal oleh-oleh buat sanak keluarga. Wajah mereka begitu ceria (meskipun ada juga yg ngedumel akibat harga tiket yg melonjak,….kayak saya ini hehehe), sebentar lagi mereka akan bertemu handai tolan yang telah sekian lama terpisah oleh jarak. Juga sebentar lagi akan kembali ke kampung halaman, tempat masa kecil yang indah dilewatkan. Itulah tradisi masyarakat Indonesia. Bagi sebagian orang, tradisi ini sarat pemborosan dan melelahkan.
Keindahan mudik memang hanya bisa dirasakan oleh pelakunya. Lihatlah di TV, transportasi via bus, kereta, maupun kapal laut, sama tidak nyamannya. Transportasi udara??? Ya tidak nyaman juga, (Tiketnya itu lho…) Tapi bagi kami pemudik, di situlah keindahannya.
Tidak semua masyarakat di dunia ini memiliki tradisi seperti halnya yang kita miliki (menurutku sih…..soalnya saya juga tidak pernah nanya sama orang bule atau orang Afrika, apa mereka juga punya tradisi kayak gitu). Tradisi ini adalah bagian dari sistem sosial kita yang penuh sifat kekeluargaan…jauh dari sifat individualistik. Karakterisitk demikian sebenarnya tidak hanya ada dalam tradisi mudik, acara hajatan, sunatan, mantenan dll, juga sarat dengan suasana kekerabatan seperti ini. Dan,… menurutku,.. itulah yang membuat hidup kita “orang Indonesia” menjadi indah. Kita mungkin tidak punya banyak uang (bagi anda yang punya banyak duit,….sory ya..hehehe), tapi kita punya banyak sahabat yang dengan tulus berkawan dengan kita tanpa embel macam-macam….
Sayangnya, sadar atau tidak, kini kita diseret ke arah budaya materialistik. Semakin hari, nilai kekeluargaan kita semakin terkikis. Lihat saja berita-berita di TV yang menampilkan kisah-kisah pilu orang-orang yang tidak beruntung, sementara orang-orang yang ada di sekitarnya enggan menolong….Bukankah itu cermin dari sikap kita yang semakin individualistik????
Ketika kecil dulu, saya teramat bahagia setiap kali ada kerabat yang melakukan hajatan, karena itu berarti saya akan berkumpul dan bersenda gurau dengan banyak kawan sejak pagi hingga larut malam. Suatu ketika, seorang sepupu menikah. Maka berminggu-minggu sebelumnya kerabat dan tetangga lain sudah pada sibuk. Ada yang tebang pohon jati buat tiang sementara bagi pelebaran rumah, ada yang tebang bambu buat “lawa soji”, ada yang nyumbang telur bebek, dll. Semuanya tidak pake bayar. Sudah gitu, beberapa hari sebelumnya mereka sudah pada nginap. Maka jadilah acara pernikahan dirangkaikan dengan acara reuni akbar keluarga…duh senangya…Kini, tradisi itu hampir terkikis habis, menghadiri acara keluarga memang masih ada, tapi dengan sarana tranportasi yang teramat lancar, kita hanya hadir beberapa puluh menit, bahkan terkadang hanya ngirim amplop. Dengan sendirinya hubungan emosional semakin renggang. Suasana indah yang pernah saya rasakan dulu kini tidak ada lagi. Kita sudah teramat sibuk dengan urusan masing-masing untuk mengejar impian buat menggapai kebahagiaan. Padahal, jangan-jangan kita sedang berlari menjauh dari impian itu….
Ngomong-ngomong, tulisan ini koq semakin tidak relevan dengan judulnya ya….kalo begitu mending kita sudahi saja, pesawat sebentar lagi berangkat.
Selamat hari raya Idul Fitri 1430 H, mohon maaf lahir dan bathin……….Makassar I’m coming…….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar